Nama Mahasiswa : Wiwit Lestari Setyaningsih
NIM : 231011500017
Mata Kuliah : Hukum International
Dosen Pengampu : Dr. Herdi Wisman Jaya S.Pd.,M.H
Program Studi : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Pendahuluan
Hak asasi manusia (HAM) merupakan hak dasar yang melekat pada setiap individu sejak lahir dan tidak dapat diganggu gugat. Salah satu hak yang paling fundamental adalah hak kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB). Hak ini bersifat non-derogable rights, artinya tidak boleh dikurangi dalam keadaan apapun.
Indonesia sebagai negara yang majemuk memiliki tantangan besar dalam menjaga dan menjamin hak tersebut. Meskipun UUD 1945 Pasal 28E dan Pasal 29 secara tegas mengatur jaminan kebebasan beragama, realitas di lapangan menunjukkan masih sering terjadinya pelanggaran. Jurnal yang ditulis oleh M. Imdadun Rahmat dalam Jurnal HAM Vol. 11 Tahun 2014 membahas secara komprehensif persoalan ini, termasuk dimensi teoritis, regulasi, hingga praktik di masyarakat.
Pembahasan
1. Hak Kebebasan Beragama sebagai Hak Asasi
Penulis menjelaskan bahwa setiap orang memiliki hak untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama atau keyakinannya. Hak ini dijamin oleh instrumen HAM internasional, seperti Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) Pasal 18 dan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik.
Dalam kerangka HAM, terdapat dua kategori kebebasan:
– Forum Internum (Private Freedom) → hak internal yang mutlak, seperti keyakinan pribadi, memilih agama, berpindah agama, atau bahkan tidak beragama.
– Forum Eksternum (Public Freedom) → hak untuk mengekspresikan keyakinan di ruang publik, seperti mendirikan rumah ibadah atau perayaan keagamaan. Hak ini dapat diatur oleh negara, tetapi tidak boleh diskriminatif.
2. Realitas Pelanggaran di Indonesia
Meskipun jaminan konstitusional jelas, kasus-kasus pelanggaran KBB masih terus terjadi di Indonesia. Beberapa bentuk pelanggaran yang dicatat antara lain:
– Larangan atau pembubaran kegiatan ibadah kelompok minoritas.
– Perusakan rumah ibadah.
– Diskriminasi administratif dalam pencatatan perkawinan atau identitas.
– Tindakan intoleran oleh kelompok masyarakat yang sering dibiarkan aparat.
3. Tanggung Jawab Negara
Penulis menegaskan bahwa negara memiliki tiga kewajiban utama:
1. Menghormati (to respect) – tidak melakukan tindakan yang melanggar kebebasan beragama.
2. Melindungi (to protect) – mencegah pihak ketiga melakukan pelanggaran, misalnya intoleransi atau kekerasan berbasis agama.
3. Memenuhi (to fulfill) – menciptakan regulasi dan kebijakan yang menjamin terpenuhinya hak kebebasan beragama bagi semua warga.
4. Rekomendasi Penulis
Dalam jurnalnya, M. Imdadun Rahmat memberikan beberapa rekomendasi, antara lain:
– Pemerintah harus melakukan harmonisasi regulasi agar tidak ada aturan diskriminatif.
– Aparat keamanan wajib lebih tegas melindungi hak-hak kelompok minoritas.
– Perlunya edukasi HAM, khususnya mengenai KBB, kepada masyarakat, tokoh agama, dan aparat.
– Kerja sama antara negara, organisasi masyarakat sipil, tokoh agama, dan akademisi penting untuk membangun kerukunan beragama.
Kesimpulan
Jurnal karya M. Imdadun Rahmat menegaskan bahwa kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah hak mendasar yang tidak boleh dikurangi oleh siapapun. Walaupun secara normatif jaminan telah diberikan melalui UUD 1945 dan instrumen HAM internasional, pelanggaran masih sering terjadi dalam praktik.
Oleh karena itu, negara memiliki tanggung jawab utama untuk memastikan hak ini terlindungi, baik melalui perbaikan regulasi, penegakan hukum yang adil, maupun pendidikan publik mengenai pentingnya toleransi. Sinergi antara pemerintah, masyarakat sipil, dan tokoh agama menjadi kunci untuk mewujudkan kehidupan beragama yang harmonis dan bebas dari diskriminasi.