Pemutusan Sepihak oleh Perusahaan Asuransi: Sebuah Kajian Hukum dan Etika

Penulis: WILLA MUTTIARI

PRODI : ILMU HUKUM

portalbersama.com – Tangerang Selatan, 23 Desember 2024 – Dalam beberapa tahun terakhir, isu pemutusan sepihak oleh perusahaan asuransi semakin sering menjadi perbincangan publik. Banyak konsumen mengeluhkan kebijakan perusahaan asuransi yang dianggap tidak adil, terutama ketika pemutusan dilakukan tanpa alasan yang jelas atau melibatkan proses yang tidak transparan. Artikel ini akan membahas secara mendalam fenomena tersebut, mencakup aspek hukum, etika, dan langkah-langkah yang dapat diambil oleh konsumen.

Pemutusan Sepihak dalam Konteks Asuransi

Pemutusan sepihak dalam konteks asuransi adalah tindakan perusahaan asuransi yang menghentikan kontrak atau polis asuransi tanpa persetujuan atau konsultasi dengan pihak tertanggung. Keputusan ini sering kali dianggap merugikan konsumen, terutama jika pemutusan dilakukan saat konsumen masih membutuhkan perlindungan atau dalam situasi darurat.

Dasar Hukum Pemutusan Polis Asuransi

Di Indonesia, hubungan antara perusahaan asuransi dan pemegang polis diatur oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Dalam pasal-pasal terkait, disebutkan bahwa hubungan ini didasarkan pada prinsip itikad baik (utmost good faith). Artinya, kedua belah pihak harus jujur dan transparan dalam menjalankan kewajiban masing-masing.

Pemutusan sepihak biasanya sah dilakukan jika :

  1. Premi Tidak Dibayar : Polis dapat dibatalkan jika pemegang polis gagal membayar premi sesuai ketentuan.
  2. Kecurangan atau Penipuan : Jika ditemukan adanya informasi palsu dalam pengajuan klaim atau dokumen polis.
  3. Ketentuan Polis : Pemutusan dilakukan berdasarkan syarat dan ketentuan yang telah disepakati sebelumnya.

Namun, permasalahan sering muncul ketika pemutusan tidak sesuai dengan ketentuan hukum atau dilakukan tanpa dasar yang kuat.

Polemik Pemutusan Sepihak

Pemutusan sepihak sering kali menuai kritik karena dianggap melanggar hak konsumen. Berikut adalah beberapa alasan utama polemik ini :

  1. Kurangnya Transparansi : Banyak konsumen mengeluhkan kurangnya penjelasan dari pihak asuransi mengenai alasan pemutusan.
  2. Ketimpangan Informasi : Perusahaan asuransi sering kali memiliki keunggulan dalam hal pemahaman hukum dibandingkan konsumen.
  3. Kerugian Finansial : Pemutusan sepihak dapat menyebabkan kerugian besar, terutama jika klaim konsumen sedang dalam proses.

Aspek Etika dalam Pemutusan Sepihak

Selain hukum, pemutusan sepihak juga perlu ditinjau dari segi etika. Perusahaan asuransi memiliki tanggung jawab moral untuk melindungi nasabah sesuai perjanjian awal. Tindakan pemutusan tanpa alasan yang jelas dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap kepercayaan nasabah dan mencoreng reputasi perusahaan.

Langkah-Langkah yang Dapat Dilakukan Konsumen

Jika menghadapi pemutusan sepihak, konsumen dapat mengambil langkah-langkah berikut:

  1. Membaca Ketentuan Polis dengan Seksama : Pahami hak dan kewajiban yang tercantum dalam polis.
  2. Mengajukan Keberatan : Sampaikan keberatan secara tertulis kepada perusahaan asuransi.
  3. Melapor ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) : Jika penyelesaian dengan perusahaan tidak berhasil, laporkan masalah ke OJK sebagai lembaga pengawas.
  4. Menggunakan Jalur Hukum : Konsumen dapat mengajukan gugatan hukum jika merasa dirugikan secara material atau immaterial.

Peningkatan Perlindungan Konsumen

Pemerintah dan OJK perlu memperkuat regulasi untuk melindungi konsumen dari praktik pemutusan sepihak yang tidak adil. Beberapa langkah yang dapat dilakukan meliputi:

  1. Meningkatkan Transparansi : Perusahaan asuransi wajib memberikan penjelasan tertulis yang jelas sebelum memutuskan polis.
  2. Memperketat Pengawasan : OJK perlu mengawasi praktik asuransi secara lebih ketat untuk mencegah pelanggaran.
  3. Peningkatan Literasi Asuransi : Edukasi kepada masyarakat tentang hak-hak konsumen asuransi perlu digencarkan.

Kesimpulan

Pemutusan sepihak oleh perusahaan asuransi merupakan isu yang kompleks, melibatkan aspek hukum, etika, dan keadilan bagi konsumen. Meskipun perusahaan memiliki hak untuk memutuskan polis dalam kondisi tertentu, tindakan tersebut harus dilakukan sesuai aturan yang berlaku dan dengan itikad baik. Konsumen, di sisi lain, perlu proaktif memahami hak-haknya agar tidak menjadi korban praktik yang merugikan. Dengan regulasi yang lebih ketat dan kesadaran konsumen yang meningkat, diharapkan hubungan antara perusahaan asuransi dan nasabah dapat berjalan lebih adil dan transparan.