Oleh :Mei Andani,Mahasiswi sistem informasi,Universitas Pamulang
Korupsi adalah salah satu momok terbesar yang menghambat kemajuan Indonesia. Sebagai mahasiswi Sistem Informasi, saya percaya bahwa peran teknologi informasi sangat strategis dalam mendukung gerakan anti korupsi, terutama di era digital saat ini. Tahun 2025 menjadi momentum penting bagi Indonesia dengan berbagai program yang digalakkan pemerintah dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) guna memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi secara terintegrasi, transparan, dan partisipatif.
Salah satu wujud nyata adalah peluncuran Program Kampanye Antikorupsi 2025 oleh KPK yang mengusung berbagai inisiatif edukatif dan partisipatif seperti Jelajah Negeri Bangun Antikorupsi, Anti-Corruption Film Festival, Kompetisi Pariwara Antikorupsi, digital campaign “Benar-benar,” serta kanal media sosial “Suara Antikorupsi.” Program ini bertujuan menanamkan nilai integritas dan membentuk perilaku antikorupsi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat luas, dari anak-anak, remaja, hingga aparat pemerintah.
Sebagai mahasiswa Sistem Informasi, saya memahami bahwa digitalisasi menjadi senjata ampuh dalam menutup ruang korupsi dengan menghadirkan transparansi dan kemudahan pengawasan. Pemerintah bahkan telah memasukkan digitalisasi sebagai salah satu dari 15 aksi pencegahan korupsi 2025-2026, menandakan bahwa inovasi teknologi berperan sangat vital. Ini sangat relevan dengan pendidikan kami yang berfokus pada pengembangan sistem yang aman, akuntabel, dan dapat diakses publik.
Tidak kalah penting adalah sinergi antar perangkat daerah dan elemen masyarakat. Contoh yang menginspirasi adalah kampanye “Trisula Anti Korupsi” yang dijalankan Pemerintah Daerah DIY dengan dukungan KPK, yang menggabungkan edukasi, kolaborasi, dan pengawasan aktif dari masyarakat luas. Pendekatan ini membuktikan bahwa pemberantasan korupsi bukan hanya tugas aparat hukum, melainkan gerakan kolektif yang melibatkan berbagai lapisan masyarakat, termasuk generasi muda di perguruan tinggi.
Namun, tantangan tetap ada. Kasus operasi tangkap tangan dan praktik korupsi masih terjadi, menunjukkan perlunya peraturan yang lebih ketat dan upaya preventif yang berkesinambungan. RUU Perampasan Aset perlu didukung sebagai payung hukum kuat untuk menjerat pelaku korupsi serta menarik aset hasil kejahatan untuk negara.
Sebagai mahasiswi dan bagian dari generasi digital, saya percaya bahwa kami dapat berkontribusi bukan hanya dengan teknologi, tetapi juga dengan menyebarkan nilai integritas dan sikap antikorupsi melalui kampus, media sosial, dan komunitas. Pendidikan antikorupsi yang digalakkan KPK dan kampanye publik menjadi momentum kita untuk bergerak aktif dan bersama-sama membangun Indonesia yang bebas korupsi.
Dengan kolaborasi lintas sektor dan penerapan teknologi informasi yang lebih masif, saya optimis Indonesia akan mencapai masa depan yang lebih bersih, transparan, dan berkeadilan. Mari kita jadikan pencegahan korupsi bukan hanya tugas negara, tapi tanggung jawab setiap warga negara demi masa depan yang lebih baik.